Jambi – Aroma busuk dugaan praktik mafia tanah di Desa Puding, Kec. kumpe, Kab. Muaro Jambi, akhirnya mencuat ke permukaan. Kepala Desa Pulau Mentaro, inisial M, resmi dilaporkan ke Polda Jambi oleh warga pemilik lahan yang di dampingi Perkumpulan Hijau.
Perseteruan ini bermula dari Konflik batas wilayah antara Desa Puding dan Desa Pulau Mentaro akibat ketidakjelasan batas administratif yang tercantum dalam Peraturan Bupati (Perbup) Muaro Jambi Nomor 16 Tahun 2018.
Berdasarkan peta yang termuat dalam Perbup tersebut, wilayah vertek yang dikelola Koperasi Bina Bersama dan telah dimiliki masyarakat Puding dengan sertifikat Sepradik justru terbelah oleh garis batas administratif.
Dalam hal ini, Pendamping ‘Perkumpulan Hijau melakukan pemetaan ulang untuk memverifikasi kesesuaian polygon di peta Perbup tersebut, kemudian melakukan layouting kembali guna memastikan akurasi batas wilayah.
Secara historis dan faktual di lapangan, lahan ini merupakan bagian dari Desa Puding yang berbatasan langsung dengan Desa Betung di sebelah utara, sementara batas dengan Pulau
Mentaro seharusnya hanya berada di sebelah barat.
Namun peta dalam Perbup 16/2018 justru menunjukkan sertifikat tanah dengan poligon putih yang mencantumkan nama-nama
warga Pulau Mentaro sebagai pemilik, seperti Irda Mayasari, Masril, dan lainnya – suatu penetapan yang dilakukan tanpa proses sosialisasi atau konfirmasi kepada masyarakat Puding.
Melalui pemetaan ulang yang ‘Perkumpulan Hijau lakukan, terungkap beberapa ketidaksesuaian antara batas administratif dalam Perbup dengan
kondisi real di lapangan dan bukti kepemilikan masyarakat Puding. Kami telah melakukan layouting ulang dengan mempertimbangkan bukti-bukti historis, sertifikat tanah yang sah, serta penggunaan lahan secara nyata oleh masyarakat setempat.
Dampak dari penggunaan peta yang belum final ini sangat serius. Lahan produktif yang telah ditanami sawit oleh Koperasi Bina Bersama kini terancam status kepemilikannya, sementara masyarakat Puding merasa terkucilkan dari proses pengambilan keputusan.
Bukan hanya itu langkah terlapor ‘Kades ‘M, yang mengklaim bahwa dengan dasar Perbub 2018 itu lahan Warga Puding yang masuk ke adminitrasi Desa Pulau Mentaro diambil alih, masyarakat Desa Puding geram, hal ini lah yang memicu terjadinya keributan dan pelaporan, masyarakat tidak terima lahan yang dulu mereka miliki dengan dasar Sporadik 2012 tiba-tiba dijual oleh kades tersebut.
Salah seorang warga ketika diwawancarai mengatakan “Kami tak akan gentar. Ini bukan soal uang semata, tapi keadilan dan martabat warga Puding yang diinjak-injak,” ujarnya lantang.
Warga mendesak agar penyelidikan tak berhenti di permukaan. Jika terbukti Kepala Desa bermain dalam pusaran mafia tanah, penegak hukum diminta tak ragu menjerat dengan pasal pemberatan.
“Kami tahu siapa saja yang bermain. Sudah jadi rahasia umum. Kami minta Polda Jambi untuk menyelesaikan persoalan ini sampai ke pengadilan.”
Kasus ini jadi tamparan keras bagi integritas pejabat desa. Jika tak segera ditindak, bukan tak mungkin praktik serupa menjalar ke desa-desa lain. Warga Puding kini menanti: akankah hukum berpihak pada rakyat, atau tunduk pada para perampok berseragam jabatan?
Tinggalkan Balasan